Jumlah Kapal Pengawas Tergolong Minim
JAKARTA (Suara Karya) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan, sarana untuk pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, seperti kapal patroli, tergolong minim dan hanya mencapai 24 unit Keterbatasan ini membuat kinerja pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia tidak optimal karena tidak sebanding dengan cakupan luas perairan laut
"Idealnya dari hasil penelitian Badan Riset KKP, kita seharusnya paling sedikit memunyai 80 hingga 90 unit kapal pengawas. Namun, memang saat ini hanya bisa diberikan negara untuk pembelian 24 kapal pengawas," kata Direktur Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) KKP Willem Gasperz di sela pertemuan 100 Nakhoda dan Perwira Kapal Pengawas RI di Jakarta, Rabu (10/2) malam.
Menurutnya, apabila setiap tahun KKP mampu membeli dua hingga tiga kapal dengan dana APBN, maka untuk mencapai jumlah kapal pengawas yang ideal memakan waktu yang cukup lama. Karena itu, KKP akan mencoba membuat terobosan melalui skema kredit komersial untuk pengadaan kapal dan rencana ini telah disetujui oleh Bappenas.
Rencananya, melalui kredit akan dilakukan pengadaaan sebanyak empat unit kapal Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SK1PI) dengan panjang 60 meter. Saat ini proses tendernya sudah dilakukan. Willem menjelaskan, saat ini jumlah nakhoda dan perwira kapal pengawas KKP mencapai 345 orang dan semuanya berstatus pegawai negeri sipil. "Jumlah ini masih sangat kurang sehingga kami akan menambah 60 nakhoda dan perwira kapal pengawas dari tenaga kontrak. Nanti, apabila ada empat kapal SKIPI, maka kami akan menambah lagi tenaga kontrak," katanya.
Dia juga menjelaskan, pentingnya lugas pengawas perikanan yaitu untuk memeriksa kapal-kapal ikan asing maupun kapal ikan lokal yang beroperasi di wilayah laut Indonesia. Ini termasuk kelengkapan surat-surat perizinan dan persyaratan kelautan dan juga surat izin kapal penangkap ikan.
Sasaran pengawasan ini untuk menjamin kelestarian sumber daya alam yang ada di laut Ini karena akan berbahaya bila setiap orang secara bebas melakukan eksplorasi sumberdaya laut tanpa ada aturan. "Jadi harus ada pengaturan dalam mengekplorasi sumber daya laut agar kondisinya terpelihara atau bisa berlanjut sehingga bisa dinikmati oleh generasi mendatang," ujarnya seraya mencontohkan eksplorasi sumber daya laut yang tidak diatur di kawasan selatan Papua, mulai dari Timika sampai ke Afona. (Bayu)
No comments:
Post a Comment